Wednesday, August 5, 2009

BUATMU WANITA. Istihadhah..Hukumnya?

tinta penulis: Salam kudus buat para pengunjung terutamanya para wanita. Penulis sering ditanya berhubung dengan darah istahadhah. Apakah ia, bagaimana bentuknya, kenapa terjadi sedemikian dan sebagainya. Jadi, bertitik tolak dari itu penulis cuba mengetengahkan perkara ini, cuba mencari rujukan yang sesuai untuk sajian pengunjung. Penulis cuba juga untuk merujuk kitab-kitab dan bertanya pada ustaz ustazah. Moga-moga kupasan di bawah mampu merungkai segala ketidakfahaman kita. Malu, memang rasa malu apatah lagi bagi yang belum berkahwin, namun niat penulis hanya satu, untuk perkongsian ilmu bersama, bagi sama-sama mengelak hal tersebut.

ISTIHADHAH DAN HUKUM-HUKUMNYA

1. Makna Istihadah

Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.
Dalil pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat Al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

"Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci "
Dalam riwayat lain• "Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci. "
Dalil perihal kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata:

"Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali. " (Hadits riwayat Ahmad,AbuDawud dan At-Tirmidi dengan menyatakan shahih. Disebutkan pula bahwa hadits ini menurut Imam Ahmad shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan.
Kondisi wanita mustahadhah.

Ada tiga kondisi bagi wanita mustahadhah:
1. Sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melihat panduan kepada jadual haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid.
Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus. Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah. Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan solat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan solat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan solat. "(Hadits riwayat Al-Bukhari).

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy:
"Diamlah selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan solat."
Dengan demikian,wanita mustahadhah yang haidnya sudah jelas waktunya menunggu selama masa haidnya itu. Setelah itu mandi dan solat, biar pun darah pada saat itu masih keluar.

2.Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus-menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali ia mendapati darah. Dalam keadaan ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembezaan); seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental,. atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.

Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu keluar terus menerus; akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwama hitam kemudian setelah itu berwama merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya kental kemudian setelah itu encer, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau maka haidnya iaitu darah yang berwama hitam (pada peringkat pertama), darah kental (pada peringkat kedua) dan darah yang berbau (pada peringkat ketiga). Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah.

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui. Jika demikian maka tinggalkan solat. Tetapi jika selainnya maka berwudhulah dan lakukan solat kerana itu darah penyakit. (Hadits riwayat Abu Dawud, An-Nasa'I dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari segi sanad dan matannya, telah diamalkan oleh para ulama' rahimahumullah. Dan hal itu lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada umumnya.

3.Tidak mempunyai haid yangjelas waktunya dan tidak dapat dibezakan secara tepat darahnya. Seperti: jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam keadaan ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya.
Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah maka selebihnya merupakan istihadhah.

Misalnya, seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus-menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari dimulai dari tanggal tersebut.

Hal ini berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy Radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku solat dan berpuasa? Beliau bersabda: "Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan melekatkannya pada faraj, kerana hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: "Darahnya lebih banyak dari itu". Nabipun bersabda: "Ini hanyalah salah satu usikan syaitan. Maka hitunglah haidmu 6 atau 7 hari menurut ilmu Allah Ta'ala lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian solatlah selama 24 atau 3 hari, dan puasalah." (Hadits riwayat Ahmad,Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan At-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan).

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : 6 atau 7 hari tersebut bukan untuk memberikan pilihan, tapi agar si wanita berijtihad dengan cara memperhatikan mana yang lebih mendekati keadaaannya dari wanita lain yang lebih mirip keadaan fizikalnya, lebih dekat usia dan hubungan kekeluargaannya serta memperhatikan mana yang lebih mendekati haid dari keadaan darahnya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya.

Jika keadaan yang lebih mendekati selama 6 hari, maka dia hitung masa haidnya 6hari; tetapi jika keadaan yang lebih mendekati selama 7 hari, maka dia hitung masa haidnya 7 hari.

3. Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah

Kadangkala seorang wanita, kerana sesuatu sebab, mengalami pendarahan pada farajnya, seperti karena operasi pada rahim atau sekitarnya. Hal ini ada dua jenis:

1. Diketahui bahawa wanita tidak mungkin haid lagi setelah operasi, seperti operasi pengangkatan atau penutupan rahim yang mengakibatkan darah tidak dapat keluar lagi darinya, maka tidak berlaku baginya hukum-hukum mustahadhah. Namun hukumnya adalah hukum wanita yang mendapati cairan kuning, atau keruh, atau basah setelah masa suci. Karena itu ia tidak boleh meninggallkan solat atau puasa dan boleh digauli. Tidak wajib baginya mandi kerana keluarnya darah,tapi ia harus membersihkan darah tersebut ketika hendak solat dan supaya melekatkan kain atau semisalnya (seperti tuala wanita) pada farajnya untuk menahan keluarnya darah, kemudian berwudhu untuk solat. Janganlah ia berwudhu untuk shalat kecuali telah masuk waktunya,jika solat itu telah tertentu waktunya seperti shalat lima waktu; jika tidak tertentu waktunya maka ia berwudhu ketika hendak mengerjakannya seperti solat sunat yang mutlak.

2. Tidak diketahui bahawa wanita tidak akan had selepas itu, tetapi diperkirakan akan haid lagi. Maka berlaku baginya hukum mustahadhah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abi Hubaisy:
" Itu hanyalah darah penyakit, bukan haid. Jika datang haid, maka tinggalkan solat."

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Jika datang haid..." menunjukkan bahawa hukum mustahadhah berlaku bagi wanita yang berkemungkinan haid, yang berkemungkinan datang atau berhenti.
Adapun wanita yang tidak berkemungkinan haid maka darah yang keluar pada prinsipnya, dihukumi sebagai darah penyakit.

4. Hukum-Hukum Istihadhah

Dari penjelasan terdahulu, dapat kita memahami bila darah itu sebagai darah haid dan bila pula ia dikira sebagai darah istihadhah.
Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlalku pun hukum-hukum istihadhah.

Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum istihadhah seperti,halnya hukum-hukum tuhr (keadaan suci). Tidak ada perbezaan antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal berikut ini:

a. Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali hendak solat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
" Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak solat" (Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Bab Membersihkan Darah).
Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk solat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya.
Sedangkan solat yang tidak tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya

b. Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan kapas (atau tuala wanita) pada farajnya untuk mencegah keluarnya darah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Hamnah:
"Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas, kerana hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: 'Darahnya lebih banyak dari itu". Beliau bersabda: "gunakan kain!". Kata Hamnah: "Darahnya masih banyak pula". Nabipun bersabda: "Maka pakailah penahan!"

Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa hukumnya. Kerana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
"Tinggalkan solat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap kali solat, lalu shalatlah meskipun darah menitis di atas alas. " Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

c. Jima' (senggama). Para ulama berbeza pendapat tentang kebolehannya pada keadaan bila ditinggalkan tidak dikhuatirkan menyebabkan zina. Yang benar adalah boleh secara mutlak kerana ada banyak wanita,mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ,sementara Allah dan Rasul-Nya tidak melarang jima' dengan mereka. Firman Allah Ta 'ala.. “hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid ... " (Al-Baqarah: 222)

Ayat ini menunjukkan bahawa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari isteri. Kalaupun solat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah, maka jima 'pun tentu lebih boleh Dan tidak benar jima' wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima 'wanita haid, kerana keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab, mengkiaskan sesuatu dengan hal yang berbeza adalah tidak sah.

Waallau’alam….

0 comments:

InsyaALLAH

Daisypath Wedding tickers